Fitna: Pendewasaan Masyarakat Multikultur
Sebenarnya saya berpikir 4 kali sebelum saya memutuskan untuk menulis tentang hal yang amat sensitif ini tapi entah mengapa saya terlalu tergelitik untuk tidak menuliskannya. Saya yakin Anda semua sudah mendengar film Fitna, sebuah film pendek yang dirilis di Internet pada tanggal 27 Maret oleh sebuah politikus Belanda bernama Geert Wilders. Film fenomenal ini didera berbagai kecaman dari negara-negara mayoritas Islam di seluruh dunia karena dianggap sebagai suatu film yang mendiskreditkan agama Islam. Berhubung saya dilahirkan sebagai seorang manusia yang memiliki rasa penasaran yang tinggi, tentunya saya langsung mencari tahu kesana kemari apa sebenarnya yang dipaparkan dalam film itu yang sedemikian menjadi masalah besar di seluruh dunia. Tentunya itu semua dimulai dengan menonton film fenomenal itu terlebih dahulu. Oh ya, perlu Anda ketahui, saya adalah seorang Kristen.
Turn my laptop on, connect to the internet, access youtube.com, put “fitna” in the search box, find hundreds of results, pick one, watch the clip, and I was shocked.
Sepertinya terlalu pendek untuk dikategorikan sebagai film; sekalipun untuk kategori film pendek.
Itu merupakan kesan pertama saya saat menunggu video tersebut didownload. Film itu hanya memiliki durasi sekitar 10 menit. Sudah menjadi kebiasaan saya untuk selalu menunggu hingga download selesai apabila saya sedang streaming dari YouTube. (Ya, walaupun itu menghilangkan esensi dari streaming itu sendiri.. :D) Pertama-tama saya merasa agak kurang yakin bagaimana film yang hanya berdurasi 10 menit bisa menggemparkan dunia, tapi ternyata anggapan saya berubah setelah menonton film tersebut.
Pintar. Dia memang politikus sejati.
Film tersebut benar-benar memanfaatkan kekuatan dari gambar dan bahasa. Bahasa sendiri sudah merupakan alat yang sedemikian kuatnya dalam mempengaruhi manusia; bayangkan apabila bahasa itu dilengkapi dengan ilustrasi visual yang menurut pepatah tua dapat mengucapkan ribuan kata. Setiap scene dalam film Fitna merupakan potongan-potongan video singkat yang diselipkan oleh ayat-ayat Al-Quran yang seakan-akan menjadi alasan terjadinya kejadian-kejadian yang digambarkan dalam video-video singkat tersebut. Beberapa kejadian yang ditampilkan ialah peristiwa 9/11 World Trade Centre, peristiwa bom Madrid dan London, beberapa foto perang Timur Tengah, beberapa klip yang menggambarkan imam Muslim yang sedang berkhotbah, klip gadis kecil anti-Yahudi, pandangan agama Islam terhadap kaum gay dan lesbian, dan banyak potongan peristiwa lainnya yang tidak kalah hebohnya. Dengan alur dan plot seperti demikian, film tersebut akan membawa Anda pada sebuah kesimpulan akhir: Islam sebagai sebuah agama yang mengajarkan kekerasan dan menjadi penyebab terorisme dunia yang marak dewasa ini. Terlepas dari apakah video-video pendek itu rekaan atau tidak dan apakah terjemahan Al-Quran itu merupakan terjemahan yang benar atau tidak, itulah kesimpulan akhir yang saya tangkap; dan mungkin itu juga yang umumnya ditangkap oleh orang banyak. Itu menjelaskan mengapa film ini menjadi masalah besar di dunia multikultur ini.
Mengutip ayat-ayat dari kitab suci yang tidak kita mengerti ialah sebuah kesalahan besar.
Siapakah Geert Wilders? Apakah dia seorang Muslim yang memiliki pendidikan agama yang sedemikian dalamnya hingga dia bisa menginterpretasikan ayat-ayat tersebut dengan cara seperti itu? Ataukah dia bukan seorang Muslim? Kalau memang dia bukan seorang Muslim, bagaimana bisa dia mengutip dan menerjemahkan ayat-ayat kitab suci yang pada dasarnya tidak dia mengerti? Belum lagi sifat ayat-ayat kitab suci yang sangat kontekstual dan saling terkait satu dengan lainnya. Menurut saya, dalam lingkup agama kita sendiri saja, kita tidak bisa semena-mena mengutip ayat ini dan ayat itu lalu merangkai-rangkaikannya tanpa pemahaman mendalam terlebih dahulu. Itu tentunya akan memberikan arti yang amat sangat berbeda. Nah, dalam lingkup agama sendiri saja sudah seperti itu; apalagi mengutip ayat-ayat kitab suci agama orang lain.
Generalisasi dan stereotyping bukanlah sikap yang dewasa dan bijaksana.
Asumsikan saja bahwa teroris di seluruh dunia adalah benar beragama Islam. Lalu apakah karena itu kita bisa menggeneralisasi seluruh umat Islam sebagai teroris? Film Fitna memberikan pesan bahwa terorisme dunia disebabkan oleh keberadaan agama Islam dan sama sekali tidak mengarahkan pada kelompok tertentu yang kebetulan beragama Islam. Hal seperti demikian benar-benar suatu tindakan yang menyimpang dan hanya diungkapkan oleh manusia yang tidak memiliki kedewasaan berpikir. Kita bisa menuduh orang tertentu untuk bertanggung jawab atas suatu tindakan kriminal, tapi bukan berarti kita dapat serta-merta menuduh agamanya, rasnya, negaranya, atau apapun latar belakang sosial budaya yang dia miliki. Begitu juga dengan sang provokator, ini sepenuhnya hal yang menjadi tanggung jawab Wilders, dan bukan agamanya atau negaranya.
Film ini menimbulkan banyak reaksi keras di negara-negara dunia. Tidak hanya negara yang mayoritas beragama Islam, negara-negara Eropa tertentu juga menyatakan ketidaksetujuan mereka. Beberapa negara bahkan mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda apabila film tersebut dirilis lebih lanjut. LiveLeak.com, website tempat film ini pertama kali dirilis menerima berbagai teror dari orang tidak dikenal sebelum akhirnya streaming film Fitna dari situs tersebut dihentikan. Sebelum dihentikan, film tersebut tentunya sempat didownload banyak orang dan itu terbukti dengan tersedianya film tersebut di YouTube.com. Pakistan sempat memblok akses ke YouTube.com selama 2 jam berkenaan dengan kasus ini. Terdapat beberapa kabar burung bahwa Indonesia juga akan melakukan hal yang sama walaupun ternyata hal itu tidak terjadi.
Sayangnya, respon anarkis sempat terjadi di Medan, Indonesia
Emosi dan kemarahan adalah suatu respon yang wajar muncul bagi mereka yang merasa pihaknya dirugikan. Itu merupakan hal yang sangat manusiawi. Tapi, menurut saya, amat disayangkan apabila respon tersebut bermetamorfosis menjadi respon anarkis yang tidak bertanggung jawab. Konsulat Belanda di kota Medan sempat diserang oleh mahasiswa Medan sebagai respon atas keberadaan film Fitna ini. Sekarang, apakah salah bila orang awam yang mengetahui peristiwa penyerangan tersebut akhirnya menemukan poin kebenaran dari film ini? Menurut saya, tindakan anarkis hanya akan semakin memperbesar masalah, memperuncing konflik, dan semakin menambah alasan untuk membenarkan pesan film Fitna ini. Islam sebagai agama kekerasan; tentunya itu bukan hal yang kita semua inginkan.
Pelecehan terhadap agama ialah suatu hal yang sebenarnya biasa.
Saya sama sekali tidak membenarkan keberadaan film ini dan saya amat setuju dengan tindakan penghentian penyebaran film ini dengan berbagai cara. (Nampaknya praktek penghentian penyebaran film tersebut telah melewati batas logika. Mem-blok akses blogger.com dan blogspot.com atas dasar kemungkinan adanya video FITNA dan film-film porno? Idiots. Have you lost your mind?) Tapi yang ingin saya garis bawahi ialah bahwa pelecehan terhadap agama ialah suatu hal yang sebenarnya biasa. Berbagai agama sudah sering dilecehkan di dunia ini dalam bentuk yang berbeda-beda; baik agama Kristen, Islam, Yahudi, dan agama-agama lainnya. Bahkan, kalau kita semua mau mebuka mata, banyak pihak yang saling melecehkan. Beberapa pelecehan dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab dan juga oleh pihak-pihak tertentu yang secara sengaja melakukannya sebagai bentuk pembenaran terhadap agamanya sendiri. Saya sering melihat buku-buku yang mengungkapkan fakta ini dan fakta itu yang di dalamnya terdapat tulisan yang menjelek-jelekkan agama seberang. Di dunia maya, hal tersebut bahkan semakin biasa. Anda dapat dengan mudah mencari blog-blog orang yang mendeklarasikan dirinya sebagai orang yang sangat taat beragama dan sedang bercerita tentang keburukan-keburukan agama seberang dan kemudian memberikan antitesis dari pandangan agamanya. Dan tidak jarang, banyak ayat-ayat agama orang lain yang dikutip secara tidak bertanggung jawab lalu dikontraskan dengan fakta ini dan itu dan akhirnya menghasilkan kesimpulan akhir yang benar-benar mendiskreditkan agama seberang tersebut. Dan itu terjadi kepada semua agama.
Geert Wilders ialah salah seorang yang kebetulan beruntung dan karyanya dilihat oleh orang banyak. Dengan keadaan di mana pelecehan agama sudah menjadi hal yang umum, respon yang berlebihan sudah sepatutnya dihindari. Itu hanya akan menambah efek gaung dari penyebaran masalah itu sendiri. Pada akhirnya, tertawalah si Wilders karena pesannya tersampaikan dan dia menganggap dirinya berhasil. Dalam ilmu kimia, ikatan kimia yang paling reaktif ialah ikatan yang paling lemah. Jangan sampai kita terlihat lemah karena adanya beberapa pihak yang tidak bisa mengendalikan emosinya dengan menimbulkan reaksi yang berlebihan dan kerap anarkis.
Agama ialah sebuah benda yang sekarang sudah dipolitisasi.
Menurut saya, agama sudah menjadi alat politik yang sering digunakan banyak pihak di dunia. Sayangnya, banyak pihak-pihak yang kerap termakan oleh umpan tersebut. Isu agama kerap digunakan sebagai pengumpul kekuatan politik dan itu berlaku dalam kasus yang kecil hingga kasus yang amat besar. Indonesia? Saya yakin Anda cukup tahu dengan hal itu. Lihatlah kasus Israel-Palestina yang di negara kita (Indonesia) melebar menjadi kasus yang sama sekali bukan kasus antara Israel dan Palestina. Dari pihak seberang, Anda dapat melihat bagaimana sikap Amerika dan negara Eropa yang sedemikian hati-hatinya terhadap agama Islam dan juga negara yang mayoritas beragama Islam. Anda tahu tim olimpiade sains Indonesia pernah gagal mendapat visa masuk ke Amerika untuk ikut serta dalam olimpiade? Film Fitna menurut saya hanyalah suatu bentuk pengumpulan opini masyarakat yang pada akhirnya digunakan untuk kepentingan politik belaka. Saya pribadi memilih untuk tidak termakan oleh hal-hal seperti itu, dalam kasus apapun. Jangan sampai hal-hal yang lebih penting terpaksa dikorbankan karena termakan oleh masalah politisasi agama. Dan Anda perlu ketahui, bahwa politik tidak hanya berhubungan dengan negara; sadarilah politik yang terjadi di organisasi Anda, tempat kerja Anda, bahkan dalam hubungan pribadi Anda.
Refleksi dan introspeksi diri. Bagi semua agama.
Menurut saya, alangkah baiknya apabila momentum ini dijadikan momentum refleksi dan introspeksi bagi semua pihak, bagi semua agama. Berhentilah saling menuduh dan jangan pernah memprovokasi orang lain. Di lain pihak, janganlah mudah terprovokasi tapi berpikirlah dengan pikiran yang matang dan dewasa. Hindarilah sikap yang menggeneralisasi kelompok besar hanya karena beberapa fakta-fakta kecil yang sebenernya sama sekali tidak mewakilkan karena itu hanya menimbulkan kebencian yang akhirnya menyebar dan menambah-nambah masalah yang sebenarnya tidak perlu ada. Jadikanlah keanekaragaman di antara kita sebagai suatu keindahan yang patut dipelihara dan bukan sebagai suatu hal yang harus dicari-cari siapa yang benar dan siapa yang salah; atau siapa yang benar dan siapa yang paling benar. Itu semua tidak ada gunanya. Semoga kita yang tinggal dalam masyarakat multikultur dapat semakin dewasa dalam pemikiran dan tingkah laku.
Ilustrasi cover film Fitna diambil dari Wikipedia.com dan hanya digunakan untuk keperluan identifikasi. Foto Geert Wilders diambil dari SherwinTobing.com dan Nederlands Dagblad.
Film, Indonesia, Netherlands, People, Politics, Religion, Society
Pingback: InfoGue.com