Are you celebrating the day?

Do you remember that our beloved Indonesia STILL have a national day called ‘Hari Kebangkitan Nasional’? It is a commemoration of the establishment of Budi Utomo in May 20, and regarded as the starting point of national movement in Indonesia. I hope you still got something from history class in your mind. It has been 100 years since that memorable day. And, do any of you remember the tag line “celebrating 100 years of national awakening“? Are you celebrating the day?

I still remember that every year my school always have their own way to celebrate the day; something like ‘pesta rakyat’ where all of the students having fun doing some games like ‘balap karung’, the tug of war (tarik tambang), and even things like essay contests with a topic: “Do you love Indonesia?” or “What is the meaning about national awakening to you?” The essays were, of course, fulfilled with heroic words and prides. Indonesia was just perfect in my mind. I didn’t even know what the term ‘corruption’ mean back then. I really enjoyed the fun that time.

But now, I guess we are now mature enough to see what is happening in Indonesia. Is the national awakening really there? I wonder if it would be easy to celebrate the day with the national pride inside our heart. I’m not saying this because we’ve just lost the Thomas and Uber Cup (is the word ‘lost’ the right expression? I forget when those cups are still in our hand actually). And this is not about the ten years vigil of the forgotten massacre May tragedy. And also not about the riots that are complaining about the fuel and food price rise. And I don’t even talk about the massive church destructions that happened in Situbondo and all other places in Indonesia several years ago. How about Chinese discrimination issues?? Nope.

It’s just.. hmm.. I’m starting to lose all of the momentous reasons to commemorate the day. What were I thinking when I was writing the essay back then?? Now everything is just.. different.

Well, I am Indonesian. I guess that would be one simple-yet-crucial reason to celebrate the 100 years of national awakening. Happy national awakening day, everyone.

PS: I don’t know why I am so pessimistic this time. Weird. This is not me.

Well, I am sorry for such a pessimistic opinion I’ve written above. It is indeed very skeptical. Here’s what I got:

We are now mature enough to see what is actually happening in Indonesia. It is in fact still far away from the ideal condition of national awakening. To be honest, are you starting to lose your faith? But please, try to look deeper to everything that this country is currently facing. Yes, we lost that Thomas and Uber Cup, but do we realize how bold those athletes tried their best to keep their dignity by fighting in bravery to the very end? Doesn’t it mean anything to you? Yes, we are all in the grief and sorrow remembering all those victims in May tragedy, but don’t we see how they succeed to change the fundamental mistakes in Indonesian governance then bring it to a so-called reformation? Doesn’t it mean anything to you? Yes, they are riots on the street complaining about the price rise and the poor citizens are in stake of becoming poorer and poorer. But don’t you see that most of the rioter are college students who were trying to show their empathy to the poor ones considering that they are the nation’s agent of change? We still have hope. Don’t let it fade.

We don’t need momentous reasons to commemorate the day. We need spirits, not reasons. Happy national awakening day, everyone.

PS: It’s good to be bad some time, but for only a short period of time. Thanks to christin and yuki.
:mrgreen:

  • jaka

    gw ngerayainnya 20th lagi, pas sumpah pemuda 100th. itulah indonesia from the start. sebelumnya baru: ckekeekekek … (kyak nyalain mesin itu, baru ignition, belum nyala mesinnya).

  • numpang mampir bel. gile komennya lbh panjang dari postingannya. bentar lagi lu jadi celeb blog model priyadi, enda, dkk neh hahaha. btw nice post.

  • Halo semua,

    A good posting from Michael. Kadang emang bingung juga mau ngerayain seperti apa, makna kebangkitan nasional tampaknya udah gak dirasain lagi ama generasi muda termasuk mungkin saya sendiri.

    Tapi setuju dengan pendapat Michael bahwa yang penting kita punya semangat. Saya pribadi sangat yakin kita punya harapan.

    Btw, menanggapi perdebatan antara Marisa dan M: Saya yakin keduanya punya maksud dan tujuan yang sama-sama baik…

    Sukses.

  • huahahahahahahahaha.. well, sebuah kehormatan bagi gua apabila postingan gua yang cuman sebatas pemikiran selewat ini bisa menimbulkan diskusi seheboh ini. hahaha.. gua gak merasa blog gua diacak-acak atau dikomentari dengan hal-hal yang OOT kok.. toh semua komen di atas memang hal-hal crucial yang ujung2nya beririsan dengan judul postingan ini.. so, no problemo lah..

    btw, thx bgt kawan-kawan atas komennya. banyak fakta, opini, dan ilmu baru yang bisa gua serap. hehehe.. jadi kebalik kayanya.. ini kok malah gua yang menyerap ilmu dari para komentator ya? hehehe.. gpp deh.. komentatornya hebat-hebat soalnya. hehe..

    :mrgreen:

  • ya amplop saking tegangnya ampe salah tulis, ralat ya

    @Marisa
    iya eh iya, emang pertemanan blogging gini belong to a group of society, gak jauh beda sama sistem pertemanan dunia nyata :)

    ya saya juga setuju, daripada jadi hipokrit mending terus terang mengungkapkan keberatan, pendapat, dll. be true to yourself :)

    well, buat M dan Marisa, ini sepenuhnya urusan kalian berdua, gue cuma ingin memastikan kalo antara M dengan saya dan Marisa dengan saya gak ada masalah pribadi apa-apa. OK?!

    *beda pendapat adalah rahmat namun beda pendapatan barulah musibah, peace buat Michael yang udah diacak-acak blognya ma gue :mrgreen:

  • @Marisa
    iya eh iya, emang pertemanan blogging gini belong to a group of society, gak jauh beda sistem pertemanan dunia nyata :)

    ya saya juga setuju, daripada jadi hipokrit mending terus terang mengungkapkan keberatan, pendapat, dll. be true to yourself :)

    peace :)

  • M

    Marisa, now i am not sure if you have read komennya yuki dan Jubel diatas. Let me copy paste here. My comment was referring theirs. If it was someone else from different area, i’d refer to their area., just as an example

    A comment from Yuki:

    This story below might be out of topic, but it tells us about people who have confidence in the future. One day in Tokyo year ago, we, some Batakneses, had lunch after church in our favorite retaurant. One of them talked to me in low-deep voice:

    Dia: Win, lo tau gak gimana caranya jadi walikota atau bahkan gubernur? Paling gampang dari Depdagri yah?
    Gw: Kayaknya, entahlah, dari partai juga bisa. Siapa yang mau jadi gubernur?
    Dia: Gw
    Gw: :lol:
    Dia: Serius gw Win, gak usah gubernur atau walikota pun gakpapalah, yang penting jadi seseorang berposisi di sana. Gw udah jauh-jauh daept beasiswa belajar ke sini dari Balige, gw gak kuat lagi ngeliat pemerintah pusat nyolong semuanya dari kita, gw sedih ngeliat banyak dari kita masih miskin. Gw percaya gw suatu saat bisa memajukan hidup mereka semua. Dan jelas lo nanti harus bantu gw, udah jarang orang Batak yang masih mikir tempat asalnya.
    Gw: (..infinite silent..)

    The reply from Jubel:

    Yuki: “udah jarang orang Batak yang masih mikir tempat asalnya.”

    Jubel: (infinite silent)

    bener yuk.. gua baru sadar betapa kampungnya tanah Batak kita. gua baru sadar gua kaya gini karena gua dah lahir di Bandung.. sangat berbeda dengan mereka yang baru datang ke Bandung saat SMU atau kuliah.. good point. gua gak pernah kepikir sama sekali.

    waduh.

    my comment was meant to support orang2 kaya temennya yuki yang mau pulang ke daerahnya dan membangun daerah mereka. kebetulan temennya yuki Batak, jadi gue take example. I think Jubel understand what i meant. that’s why he wasn’t even angry in the first place. kalo gak baca komennya yuki dan jubel sebelumnya sih emang aneh jadinya. then i understand why you behaving like this. coz i have no bad intention whatsoever.

    soal pendapat gue ttg definisi jakarta dan penduduk jakarta, refer to pendapat gue nomer 1. yes, you are orang jakarta. soal aji mumpung liberal minded, no comment ajah. and when did i say blogger menyatakan hal2 buruk tentang pemerintah? you must have quote wrongly. soal s2, i kinda know u’d mention it when i said to jubel not to mention it :wink: .

    But with all due respect this is OOT, and i don’t feel like responding more. sulit memperdebatkan content opini ketika prejudice sudah terlibat. karena pada dasarnya gue gak ada yang kontra sama sekali sama pendapat lo. jadi kayaknya gue sibuk membuat lo melihat niat baik gue. and i dont have energy for that now.

    i blog for nothing, it’s just a habit. and i have blogged for 4 years now. only the last one year gue merasa blogger jadi pada nge grup yang obvious banget. sebelumnya blongging gak gini kok. anyway, i just give up on you and you may take me guilty as charge. you may also mock me as you like. i dont worry as you still have hati nurani. although you don’t think so about me.

    good bye Marisa.

    ps: Jubel, maaf banget yah jadi panjang lebar gini OOT nya di blog elo. insyaAllah it won’t happen again :smile: .

  • Lupa signature.

    Best regards,
    Marisa
    Rute 31 Kampung Melayu, 01 Salemba, M52 Tebet.

  • 4. you got some point there, and it got me thinking. Emang bener, bangunan2 tinggi di Jakarta itu dibangun oleh uang masyarakat dari sabang sampai merauke. Sedikit banget yang haknya orang Jakarta asli. Dan memang sedikit dari itu yang kami nikmati. Akan tetapi, kemudian muncul analogy. Kebayangnya kaya kalo environmentalist bilang, selamatkan pohon di Kalimantan, jangan tebang, illegal logging kejam. Terus logger bisa bilang; yah kalo gitu balikin tuh furnitur2 di rumah kalian yang notabene dibikin dari pohon2 tebangan kami. Nah lo. Bagi gue masalahnya bukan memperbaiki keadaan dengan re-do, undo or mengulang masa lalu. Tapi bagaimana kita memperbaiki masa depan dengan kondisi yang ada sekarang. salah satunya dengan mendukung program otonomi daerah itu. that’s what i meant.

    Saya tidak bicara hak orang Jakarta asli, memang apa itu orang Jakarta asli bagi anda? Silahkan didefinisikan terlebih dahulu menurut konstitusi. Maaf ya, Jakarta itu nama kota, bukan nama suku atau nama ras tertentu. Dari keturunan Batak, Melayu, Jawa, Cina, Barat, Keling, semua ada disini. Demi teori otonomi daerah anda itu, anda mau apakan mereka semua? Dan kalau kita membahas infrastruktur kota atau public property sudah seharusnya menjadi hak semua warga kota Jakarta. Otonomi daerah itu definisinya apa? Apa di KTP saya ini terbilang saya penduduk Medan? Apakah KTP saya KTP musiman? Tidak. Saya penduduk Jakarta. Tok. Otonomi daerah saya (dan penduduk lainnya) secara hukum dan undang-undang terletak di kota ini.

    Lalu anda ini kenapa mikirnya UANG ya? Apakah konsep KERJA KERAS penduduk Jakarta yang sekian ragamnya itu tidak terlintas sama sekali? Tidak perlu berkedok green movement, anti kapitalis, philantropist hippie lah kalau anda tidak bisa - setidaknya BERUSAHA! - menghargai sesama sebangsa setanah air anda sendiri. Kalau anda niat kan anda bisa kendalikan pendapat anda itu, pikirkan dulu dampaknya ke orang lain. Saya juga kalau mau berpikir negatif tentang negara ini - dan orang-orangnya, sebenarnya banyak banget yang bisa dijadikan bahan. Memang hidup di Jakarta itu isinya hura-hura dan urusan uang doanq? Damn. Baru semalem saya rapat keluarga karena ada rumor May bakal terulang lagi, istana negara aja udah dilempar bom molotov disini. Nah anda itu mikir ngga hal-hal kayak gitu? Di Norway apa kabar BBM?

    Saya terima kebebasan anda berpendapat, mau manis atau engga, saya tetap menghargai. Tapi saya juga memiliki hak yang sama. Mungkin tipikal orang disini itu ngga suka yang ribet-ribet, pingin main aman, atau berhubung monoritas jadi harus nahan dalem hati, atau ngga sekalian ngeluh ngedumel ngga menentu. Not me. I will indeed confront opinions like yours in return, and directly in thy face, ngerti?

    Kalau orang seperti Yonna bilang, kita nge-blog kan untuk berteman. Wah ‘bu saya udah nyaris setahun nge-blog, tapi kayaknya jarang tuh yang bisa behave secara normal seperti teman. Just behave normally and do things normally like friends do. Bloggers mainly desire to group and belong to a society. Not me. I do support those who I respect, but not necessarily play pretending with some liberal noobs in this place. Asal tidak anarkis.

    Back to M.

    Hal ini alasan kuat masyarakat aceh memberontak, juga irian jaya. Karena natural resource nya diperas tapi mereka gak kebagian apa2. akhirnya yang kaya Jakarta dan semua orang mau ke Jakarta. Pembangunan di Jakarta tidak memperhatikan hak hak masyarakat local. Sebenernya bukan di Jakarta aja. Di Kalimantan logging tidak memperhatikan hak masyarakat dayak. Di papua logging jadi penghasilan terbesar kedua terbesar tapi 90 persen masyarkat adapt yang tinggal di hutan adalah masyarakat termiskin di papua, freeport nambang emas 40 tahun dan CEO was on the list of richest person in Forbes, tapi Papuan notabene HDI nya terendah di Indonesia (See BPS data).

    Anda itu S2 tapi ko ya bikin studi perbandingan aja variabelnya kacau. Saya tidak meragukan fakta yang udah anda jelaskan, bagi saya juga memang benar kenyataannya begitu. Tapi kenapa mendadak membicarakan Freeport, Papua, Aceh, atau Kalimantan? Anda ini sadar tidak kalau sedang menyinggung suku orang lain? Atau sebenarnya lagi nyindir kapitalis ala Barat? Mohon maklum, saya dari dulu ngga ngerti gaya bahasa politik ngesot kiri, ngesot kanan, asal mempermainkan asumsi audiens.

    Gini deh. Itu kasus logging dll dsb memang yang terima amplop di belakang siapa? Pemerintah, bukan? Pengusaha korup itu semua ngga akan berani do dirty business juga kalau ngga dilegalisasikan duluan oleh pemerintah. Nah sekarang saya tanya, pemerintah apakah isinya orang Batak semua? Apakah pemerintah menganut sistem birokrasi ala Batak? Jadi kenapa anda harus menyinggung suku itu secara khusus?

    Sudut pandang anda itu contoh tepat pola pikir puritan yang terlalu berdalih SARA. Anda merujuk pada teori dan statistika, bagus!, mungkin anda sekedar ingin bergaul dengan para intelek muda seperti anda sendiri, pastinya dengan difasilitasi gaya bahasa diplomatis. Tapi sayangnya, anda mungkin lupa untuk merujuk pada hati nurani. Lebih parahnya, anda lupa merujuk pada sejarah.

    Sekedar saran, sebelum anda - aji mumpung - merepresentasikan diri anda sebagai liberal minded, earth loving, modern thinking, peace loving activist - which is good, tegaskan donq kepada publik dengan lantang dan berani bahwa apapun yang teridentifikasikan pada anda itu sudah menghargai PLURALISME dan PANCASILA di negeri ini, apakah anda sudah memperjuangkan hak penduduk “lainnya” itu seperti layaknya penduduk “lainnya” itu sudah memperjuangkan hak anda? Jangan hanya sebatas personal opinion buat modal eksis. Kalau sudah, baru anda berkoar soal liberalisme dan intelektualitas yang universal, meskipun di saat yang sama mengusir keturunan Batak dari Jakarta. Apa bedanya anda dengan kaum anti minoritas, anti agama anu, dan anti barat di negeri ini? Wong dulu kasus UU ITE aja anda bisa berpendapat bahwa blogger itu sudah menyatakan hal-hal buruk mengenai pemerintah, ironisnya mereka-lah yang sudah membantu memperjuangkan hak anda untuk tetap bebas berpendapat seperti sekarang ini.

    But look at the bright side, kalo hidup saya di Jakarta udah enak dan santai, sibuk ngejarah tanah dan jatah makan orang suku lain, bisa dijamin saya ngga bakal segini napsunya nge-counter pendapat anda. Mendingan ke mall shopping. Cuman masalahnya kan, kalau berjuang untuk suatu kebenaran aja ngga kuat, bagaimana mau bisa berjuang untuk kesatuan nasional?